Minggu, 03 Juni 2018

Makalah Fiqh : Pernikahan



PERNIKAHAN
Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Fiqh
Dosen Pengampu : Qodim Ma’shum, S.H.I., M.H.I.




Di susun oleh:
Abyda Ghafariyanti            173111087
ZulfaWahdaAnindita          173111091
Gina Deviana                      173111095


PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI SURAKARTA
2018


Alhamdulillahirobbil’alamin tidak lupa kita selalu panjatkan puja puji syukur atas kehadirat Allah SWT yang telah memberikan banyak nikmatNya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Perkembangan Studi Islam di dunia Barat dan Indonesia” ini. Sholawat dan salam semoga selalu tercurahkan kepada beliau junjungan kita Nabi besar kita Nabi Muhammad SAW yang mana beliau telah membawa ajaran Islam dari jaman jahiliyah hingga jaman terang benderang pada jaman sekarang ini.
Tidak lupa kami mengucapkan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan makalah ini hingga selesai.Dan harapan kami semogamakalahinidapatmenambahpengetahuan, bermanfaat dandapat menambah wawasan kita. Terlepas dari itu semua, kami menyadari bahwa makalah ini sangat jauh dari kata sempurna.Kami sebagai penyusun makalah selalu menerima kritik dan saran, dan semoga makalah ini untuk kedepanya dapat memperbaiki bentuk maupun isi dari makalah ini agar menjadi lebih baik lagi.
           
Surakarta, 13 Mei 2018


Penyusun






B. Rumusan Masalah...................................................................................... 1
C. Tujuan Penulisan........................................................................................ 1
BAB II: PEMBAHASAN...................................................................................... 2
A.Pengertian Nikah ....................................................................................... 2
B. Hak dan Kewajiban Calon Suami Istri...................................................... 5
C.Ketentuan dan Tata Cara Pernikahan ...................................................... 10
BAB III: PENUTUP............................................................................................. 15
A. Kesimpulan.............................................................................................. 15
B. Saran........................................................................................................ 15
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................... 16



A.    LATAR BELAKANG
Allah telah menciptakan segala sesuatu berpasang-pasangan, ada lelaki ada perempuan. Dan juga salah satu cirri makhluq hidup adalah berkembang biak yang bertujuan untuk meneruskan generasi atau melanjutkan keturunannya.
Maka Islam hadir dengan membawa ajaran pernikahan yang sesuai syariat-Nya. Islam sebagai agama ajaran-ajaran tidak hanya mencakup persoalan yang trasedental akan tetapi mencakup pula berbagai persoalan seperti  ekonomi, sosial, budaya, dan dimensi-dimensi lain dalam kehidupan manusia. Sehingga hal inilah yang menjadi pokok latar belakang dalam penulisan  makalah ini. 
1.   Apa yang dimaksud dengan pernikahan ?
2.   Apa saja kewajiban dan hak calon suami/ istri dalam pernikahan ?
3.   Apa saja ketentuan dan tata cara pernikahan ?
1.   Mengetahui pengertian pernikahan beserta pembahasan yang mengelilinginya.
2.   Mengetahui kewajiban dan hak calon suami/ istri dalam pernikahan.
3.   Mengetahui ketentuan dan tata cara pernikahan.







BAB II
PEMBAHASAN

A.       Pengertian Nikah
a.       Nikah
Pengertian nikah secara bahasa, nikah berasal dari bahasa arab, yaitu nakaha-yankihu-nikahan yang artinya menghimpun/ mengumpulkan. Pengertian nikah secara istilah adalah suatu ikatan lahir batin antara seorang laki-laki dan perempuan yang bukan muhrim sebagai suami istri dengan tujuan membina suatu rumah tangga yang bahagia berlandaskan tuntunan Allah SWT.[1]
Nikah atau perkawinan adalah akad yang menghalalkan pergaulan dan membatasi hak dan kewaijban serta tolong-menolong antara seorang laki-laki dengan seorang perempuan. Namun demikian, Allah Ta’ala tidak menghendaki perkembangan dunia berjalan sekehendaknya. Oleh sebab itu diaturNya lah naluri apapun yang ada pada manusia dan dibuatkan untuknya prinsip-prinsip dan undang-undang, sehingga kemanusiaan manusia tetap utuh, bahkan semakin baik, suci, dan bersih. Demikianlah bahwa segala sesuatu yang ada pada jiwa manusia sebenarnya tak pernah terlepas dari didikan Allah.
b.      Dalil Nikah
1.      Allah Ta’ala berfirman dalam QS. Adz Dzariyat : 49
وَمِن كُلِّ شَيۡءٍ خَلَقۡنَا زَوۡجَيۡنِ لَعَلَّكُمۡ تَذَكَّرُونَ ٤٩
Dan segala sesuatu Kami ciptakan berpasang- pasangan agar kamu mengingat (kebesaran Allah)” (QS. Adz Dzariyat : 49)
2.      Rasulullah SAW bersabda
 Dunia itu harta benda, dan sebaik-baik harta benda adalah perempuan Shalihah” ( H.R Muslim)
Dalam hal demikian, faedah terbesar pernikahan adalah untuk menjaga dan memelihara perempuan yang bersifat lemah itu dari kebinasaan dan memelihara kerukunan anak cucu (keturunan). Demikianlah maksud pernikahan sejati dalam islam. Singkatnya untuk kemashkahata rumah tangga dan keturunan, dan juga untuk kemashlahatan masyarakat.
c.       Hukum Nikah
Berikut hokum nikah sesuai dengan keadaannya[2] :
1.      Jaiz (diperbolehkan) ,inilah asal hukumnya.
2.      Sunnat, bagi orang yang berkehendak serta mampu memberi nafkah dan lain- lainnya.
3.      Wajib, bagi orang yang mampu memberi nafkah dan dia takut akan tergoda pada kejahatan (zina).
4.      Makruh, bagi orang yang tidak mampu memberi nafkah.
5.      Haram, bagi orang yang akan berniat menyakiti perempuan yang dinikahinya. 
d.      Rukun Nikah
Berikut rukun- rukun nikah[3] :
1.      Suami, mempelai dari pihak laki-laki.
2.      Istri, mempelai dari pihak perempuan.
3.      Wali (wali dari pihak perempuan)
Sabda Nabi SAW[4] ;
Barangsiapa diantara perempuan yang menikah tidak dengan izin walinya, maka pernikahannya batal.” (Dikeluarkan oleh empat Imam kecuali Nasa’i)
4.      2 orang saksi
Sabda Nabi SAW ;
 “Tidak sah nikah kecuali dengan wali dan dua saksi yang adil” (Riwayat Ahmad)
5.      Shigat (akad)
Yaitu perkataan dari pihak wali perempuan, seperti kata wali, “saya nikahkan engkau dengan anak saya bernama…….”. jawab mempelai laki-laki, “ saya terima nikahnya………..”
     Tidak sah akad nikah kecuali dengan lafadz nikah, tazwij, atau terjemahan dari keduanya.
e.       Syarat- syarat Nikah
Syarat- syarat pernikahan berkaitan dengan rukun –rukun nikah yang telah dikemukakan diatas.
Hal lainnya adalah kedua mempelai haruslah kafa’ah atau sepadan. Meski bukan termasuk syarat, Rasululah menganjurkan agar pasangan ang akan menikah hendaknya sepadan atau sekufu. Prinsip sekafah atau sepadan dalam pernikahan terdiri atas lima sifat, yaitu menurut tingkat kedua ibu bapak (agama, merdeka atau hamba, perusahaan, kekayaan, kesejahteraan).
Kufu ini tidak menjadi syarat bagi pernikahan. Akan tetapi, jika tidak ada keridaan masing- masing, salah satu pihak boleh membatalkan pernikahan itu dengan alas an tidak kufu (setingkat).
f.       Keharaman Nikah
Adapun yang haram dinikahi adalah sebagai berikut[5] : 
1.      Tujuh orang dari pihak keturunan
a)      Ibu dan ibunya (nenek), ibu dari bapak, dan seterusnya sampai ke atas.
b)      Anak dan cucu, dan seterusnya ke bawah.
c)      Saudara perempuan seibu sebapak, sebapak, atau seibu saja.
d)     Saudara perempuan dari bapak.
e)      Saudara perempuan dari ibu.
f)       Anak perempuan dari saudara laki- laki dan seterusnya.
g)      Anak perempuan dari saudara perempuan dan  seterusnya.
2.      Dua orang dari sebab menyusui
a)      Ibu yang menyusuinya.
b)      Saudara perempuan sepersusuan.
3.      Lima orang dari sebab pernikahan
a)      Ibu istri (mertua)
b)      Anak tiri, apabila sudah campur dengan ibunya.
c)      Istri anak (menantu)
d)     Istri bapak (ibu tiri).
Firman Allah dalam surat An Nisa : 22
وَلَا تَنكِحُواْ مَا نَكَحَ ءَابَآؤُكُم مِّنَ ٱلنِّسَآءِ إِلَّا مَا قَدۡ سَلَفَۚ إِنَّهُۥ كَانَ فَٰحِشَةٗ وَمَقۡتٗا وَسَآءَ سَبِيلًا ٢٢
Artinya : “ janganlah kamu nikahi wanita- wanita yang telah dinikahi
ayahmu………” (Q.S An Nisa : 22)
Haram menikahi dua orang dengan cara dikumpulkan bersama- sama, yaitu dua perempuan yang ada hubungan mahram,. Seperti dua perempuan yang bersaudara, dan seterusnya menurut pertalian mahram diatas.
Dan diharamkan bagi muslim untuk menikahi wanita majusi, wanita yang menyembah berhala (watsaniyyah), dan wanita yang keluar dari islam (murtaddah). Dan diperbolehkan seorang muslim menikahi wanita ahli kitab ( yahudi dan nasrani).[6]

B.     Kewajiban dan Hak Calon Suami/ Istri
Membicarakan kewajiban dan hak suami istri, terlebih dahulu kita membicarakan apa yang dimaksud dengan kewajiban dan apa yang dimaksud dengan hak. Adalah Drs. H. Sidi Nazar Bakry dalam buku karangannya yaitu Kunci Keutuhan Rumah Tangga Yang Sakinah mendefinisikan kewajiban dengan sesuatu yang harus dipenuhi dan dilaksanakan dengan baik. Sedangkan hak adalah sesuatu yang harus diterima.
a.      Hak Suami
1.      Hak Ditaati
     Q.S An-Nisaa’: 34 mengajarkan bahwa kaum laki-laki (suami) berkewajiban memimpin kaum perempuan (istri) karena laki-laki mempunyai kelebihan atas kaum perempuan(dari segi kodrat kejadianya), dan adanya kewajiban laki-laki memberi nafkah untuk keperluan keluarganya. Istri-istri yang saleh adalah yang patuh kepada Allah dan kepada suami-suami mereka serta memelihara harta benda dan hak-hak suami, meskipun suami-suami mereka dalam keadaan tidak hadir, sebagai hasil pemeliharaan Allah serta taufik-Nya kepada istri-istri itu.
2.   Hak Memberi Pelajaran
Bagian kedua dari Ayat 34 QS An-Nisa mengajarkan, apabila terjadi kekhawatiran suami bahwa istrinya bersikap membangkang (nusyus), hendaklah diberi nasehat secara baik-baik. Apabila dengan nasehat, pihak istri belum juga mau taat, hendaklah suami berpisah tidur sama istri. Apabila masih belum juga mau taat, suami dibenarkan memberi pelajaran dengan jalan memukul (yang tidak melukai dan tidak pada bagian muka)[7].
b.      Kewajiban Suami
Ada enam kewajiban yang harus dilakukan suami kepada istrinya, yaitu:
1.      Selalu memelihara hubungan baik dengan istrinya, sesuai dengan firman Allah Ta’ala: Wa ‘asyiru hunna bil ma’ruf, dan sabda Rasulullah Saw.
“Orang-orang yang terbaik diantara kalian ialah yang terbaik kepada istrinya, dan akulah orang yang terbaik di antara kalian kepada istrnya.” (HR. Tirmidzi dain Ad Dailami).
2.      Rasulullah juga berwasiat:
“Hendaklah kau memberi makan dia (istrimu) apabila engkau makan, dan beri pakaian dia apabila engkau memakai pakaian. Jangan kau pukul wajahnya, jangan memburukkannya, dan jagan ditinggal sendirian kecuali dia dalam rumahnya.” (HR. Abu Daud).
3.      Seorang suami muslim yang baik di anjurkan agar tidak kikir tapi tidak juga royal dalam memberi nafkah kepada istrinya.
4.      Seorang suami muslim yang taat dianjurkan agar mengajarkan hukum-hukum agama kepada istrinya dan mendidik agar takut kepada Allah Swt.
5.      Salah satu sopan santun menghadapi istri dalam islam adalah banyak-banyak menjaga pandangan (dalam melihat perempuan lain), memaafkan kesalahannya, tidak memancing perdebatan karena sudah fitrahnya seorang wanita menuntut kelapangan dada sang suami, seperti disabdakan Rasulullah Saw:
“Sesungguhnya wanita itu seperti tulang rusuk. Bila kamu hendak meluruskannya maka berarti kamu mematahkannya. Bila kamu membiarkannya maka dia akan memperoleh kesenanagn dari kebengkokannya itu.” (HR.Al Bukhari dan Muslim).
6.      Suami-istri yang paham dan taqwa akan senantiasa mewujudkan rumah tangga idaman sesuai dengan kehendak Allah Swt. Mereka menciptakan rumah tangga yang sakinah, tenang dan selalu diliputi oleh mawaddatan wa rahmah (saling berkasih sayang dan saling menyayangi seperti yang dijelaskan dalam QS. Ar-Ruum : 21).
“Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia yang menciptakan untukmu istri-istri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung merasa tentram kepadanya, dan dijadikan-Nya diantara kamu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berpikir.”[8]
c.       Hak Istri
1.      Hak-Hak Kebendaan
·         Mahar (Mas Kawin)
Q.S an-Nisa’: 24 memerintahkan :
 “Dan berikanlah mas kawin kepada permpuan-perempuan (yang kamu nikahi) sebagai pemberian wajib. Apabila mereka dengan senang hati memberikan mas kawin itu kepadamu, ambillah dia sebagai makanan yang sedap lagi baik akibatnya”.
Dari ayat Al-Quran tersebut dapat diperoleh suatu pengertian bahwa mas kawin itu adalah harta pemberian wajib dari suami kepada istri, dan merupakan hak penuh bagi istri yang tidak boleh diganggu oleh suami, suami hanya dibenarkan ikut makan mas kawin apabila telah diberikan oleh istri dengan suka rela.
·         Nafkah
Yang dimaksud dengan nafkah adalah adalah mencukupkan segala keperluan istri, meliputi makanan, pakaian tempat tinggal, pembantu rumah tangga, dan pengobatan, meskipun istri tergolong kaya. Q.S Al-Baqarah : 233 mengajarkan, “Dan ayah berkewajiban mencukupkan kebutuhan makanan dan pakaian untuk para ibu dan anak-anak dengan syarat yang ma’ruf.”
2.      Hak-hak Bukan Kebendaan
Hak-hak bukan kebendaan yang wajib ditunaikan suami terhadap istrinya, disimpulkan dalam perintah QS an-Nisaa : 19 agar para suami menggauli istri-istrinya dengan makruf dan bersabar terhadap hal-hal yang tidak disenangi, yang terdapat pada istri. Menggauli istri dengan makruf dapat mencakup :
·         Sikap menghargai, menghormat, dan perlakuan-perlakuan yang baik, serta meningkatkan taraf hidupnya dalam bidang-bidang agama, akhlak, dan ilmu pengetahuan yang diperlukan.
·         Melindungi dan menjaga nama baik istri.
·         Memenuhi kebutuhan kodrat (hajat) biologis istri
·         Menjaga istri dengan baik. Suami berkewajiban menjaga istriya, memelihara istri dan segala sesuatu yang menodai kehormatanya, menjaga harga dirinya, mejunjung tinggi kehormatan dan kemulianya, sehingga citranya menjadi baik.[9]
d.      Kewajiban Istri
Kewajiban-kewajiban seorang istri kepada suami juga terangkum dalam 5 kewajiban pokok yaitu:
1.      Taat kepada suami dalam segala-galanya, kecuali perintah dan larangan yang mendatangkan murka Allah Swt. Bersikap taat kepada suami ini sesuai dengan sabda Rasulullah Saw:
“Kalau aku dibenarkan memerintahkan kepada sesorang bersujud kepada orang lain, tentu aku memerintahkannya seorang wanita bersujud kepada suaminya.” (HR. At Tirmidzi).
2.      Rasulullah Saw melarang istri berpuasa sunnah selama suaminya ada dirumah. Sabdanya:
“Tidak dibenarkan seorang istri berpuasa sunnah bila suaminya berada dirumah, kecuali dengan seizinnya. Seorang istri tidak dibenarkan mengijinkan seorang masuk ke rumahnya kecuali bila sudah diijinkan suami juga.” (HR. Al Bukhari).
3.      Seorang istri muslimah lagi shalehah akan senantiasa mematuhi suaminya, kecuali hal yang maksiat kepada Allah Swt. Istri harus selalu menyenangkan suaminya agar betah di rumah dengan memberi senyuman yan g tulus dan menawan. Denagn kesetiaannya yang ikhlas, degan cinta dan pengorbanan yang menyala-nyala.
4.      Seorang istri muslimah yang bijaksana harus mempertanggungjawabkan amanat-nya sebagai seorang ibu rumah tangga salam memelihara rumah tangganya agar tetap tenang, memancarkan rasa mawaddatan wa rahmah. Memelihara kebersihan lahir batin anggota keluarganya, dan membelanjakan harta kekayaan suaminya dengan tuntutan Allah Swt.
5.      Seorang istri muslimah (bila suaminya meninggal) berkabung dan menunggu masa iddahnya berakhir empat bulan sepuluh hari. Tetapi ia tidak boleh berkabung lebih dari tiga hari bila bukan suaminya, meskipun yang meninggal itu ibunya atau bapaknya sendiri.[10]

C. Ketentuan dan Tata Cara Pernikahan
a.       Khitbah atau Pinangan
Meminang artinya menyatakan permintaan untuk menikah dari seorang laki-laki kepada seorang perempuan atau sebaliknya dengan perantaraan seseorang yang dipercayai. Meminang dengan cara tersebut diperbolehkan dalam agama islam terhadap gadis atau janda yang telah habis iddahnya, kecuali perempuan yang masih dalam “iddah ba’in”, sebaiknya dengan jalan sindiran saja. Firman Allah SWT:
Description: Screenshot_20180512_105422.png
Artinya:
Dan tidak ada dosa bagi kamu yang meminang wanita-wanita itu dengan sindiran..” (QS. Al-Baqarah:235)
Menurut Rahmad  Hakim, meminang atau khitbah mengandung arti permintaan, yang menurut adat adalah bentuk pertanyaan dari satu pihak kepada pihak lain dengan maksud untuk mengadakan ikatan pernikahan. Khitbah ini pada umumnya dilakukan pihak laki-laki terhadap perempuan namun ada pula yang dilakukan oleh pihak perempuan. Hanya saja, cara ini tidak lazim dilakukan dan hanya trjadi pada sistem kekeluargaan dari pihak ibu, seperti Minangkanbau yang berlaku adat meminang dari pihak wanita ke pihak laki-laki.
Jumhur ulama mengatakan bahwa khitbah itu tidak wajib, sedangkan Daud Azh-Zhahiri mengatakan bahwa pinangan itu wajib, sebab meminang adalah suatu tindakan menuju kebaikan. Walaupun para ulama mengatakan tidak wajib, khitbah dipastikan, dalam keadaan mendesak atau kasus-kasus kecelakaan.
Dalam hukum islam, tidak dijelaskan tentang cara-cara pinangan. Hal itu memberikan peluang bagi kita untuk melaksanakan dalam adat istiadat yang berlaku dan sesuai dengan ajaran islam. Upacara tunangan atau pinangan dilakukan dengan berbagai variasi, dan cara yang paling sederhana, pihak orangtua calon mempelai laki-laki mendatangi pihak calon mempelai perempuan, untuk melamar dan meminang.dalam acara tunangan biasanya dilakukan tukar cincin dan penyerahan cincin untuk pihak wanita. Peminangan tersebut sebagai upacara simbolik tentang akan bersatunya dua calon suami istri ysng hendak membangun keluarga bahagia dan abadi.
Semua wanita boleh dipinang, apakah ia masih perawan atau janda. Yang terpenting adalah tidak meminang istri orang atau wanita yang sudah dipinang orang lain. Dalam suatu hadis dikatakan:
            Description: Screenshot_20180512_105509.png
“Orang mukmin adalah saudara orang mukmin. Oleh karena itu, tidak halal bagi seorang mukmin meminang sorang perempuan yang telah dipinang oleh saudaranya, hingga nyata sudah ditinggalkan.” (HR. Ahmad dan Muslim)
            Yang tidak boleh dipinang selain diatas adalah perempuan yang sedang masa iddah raj’iyyah, karena setatusnya masih bisa dirujuk oleh bekas suaminya, atau jika masa iddahnya belum selesai dikhawatirkan perempuan ini hamil.
Dengan penjelasan di atas, perempuan yang boleh dipinang adalah sebagai berikut:
1.      Tidak sedang dalam pinangan orang lain.
2.      Tidak sedang dalam masa iddah raj’iyyah.
3.      Tidak ada larangan syar’i untuk dinikahi.
4.      Perempuan yang sedang masa iddah karena ditalak ba’in, sebaiknya dipinang dengan cara rahasia.
b.      Akad Pernikahan
Suatu perkawinan harusa ada akad yang jelas dalam bentuk ijab kabul antara calon mempelai laki-laki wali dari calon mempelai perempuan. Inilah yang paling pokok dalam perkawinan.
Dalam hukum islam syarat sahnya pernikahan adalah akad. Akad nikah adalah dua istilah yang terdiri dari lafazh akad atau nikah. Akad menurut bahasa (lughah) diambil dari kata عقد-ىعقد-قدا yang berarti mengikat sesuatu dan juga bisa dikatakan seseorang yang melakukan ikatan.
Description: Screenshot_20180512_105609.pngMenurut istilah syara’pengertian akad adalah sebagai berikut:
1.      Menurrut Al-Zurjani



 “Suatu ikatan yang membolehkan untuk membolehkan untuk melakukan sesuatu dengan adanya ijab kabul”[11]
2.      Menurut Ibn Abidin 
Akad adalah suatu ikatan yang menetapkan keridaan kedua belah pihak yang bebbentuk (wujud) perkatan ijab kabul.
Ikatan perkawinan (akad nikah dilakukan dengan menyatakan persetujuan oleh kedua belah pihak calon suamidan calon istri dihadapan saksi-saksi. Peristiwa inilah yang paling penting. Pernyataan persetujuan itu menurut istilah fiqh (hukaum islam) disebut ijab (pernyataan) dan kabul (penerimaan atau persetujuan). Dengan pernyataan ijab kabul dihadapan saksi-saksi, perkawinan itu menjad sah dan sempurna. Akan tetapi, biasanya sebelum ijab kabul, Nabi SAW menyampaikan khotbah nikah sehingga perkawinan itu nampak suci dan agung.
Dalam khotbah nikah ini disebutkan keharusan suami istri untuk bertakwa kepada Allah dan mengatu kehidupan keluarga menurut ketentuan-ketentuan Allah. Sebab perkawinan itu bisa dianggap sah dan suci karena menggunakan nama Allah.
Dari pengertian kata akad dan nikah diatas, dapat diambil beberapa rumusan pengertian akad:
1.      Menurut hukum Syara’ akad dan nikah/prkawinan adalah suatu yang memebolehkan seseorang untuk melakukan persetubuhan dengan menggunakan lafazh “nikah atau mengkawinkan” yang dikuti dengan mengucap ijab kabul antara wali dan calon mempelai pria dengan jelas serta tidak terselang oleh pekerjaan lainnya.
2.      Dalam Kompilasi Hukum Islam pasal 1 sub C, dikatakan bahwa akad nikah ialah rangkaian ijab yang diucapkan oleh wali dan kabul yang diucapkan oleh mempelai pria atau wakilnya disaksikan oleh dua orang saksi.
Rumusan pengertian akad nikah diatas, secara umum dapat disimpulkan sebagai berikut:
1.    Akad nikah itu merupakan perjanjian atau ikatan.
2.    Adanya akad nikah menjadikan dihalalkannya berkumpul atau bersetubuh.
3.    Bentuk akad nikah adalah sighat ijab dan kabul.
4.    Akad nikah hendaknya dilakukan dengan jelas dan langsung.
c.       Walimah
            Pesta perkawinan atau disebut juga “walimah”, adalah pecahan kata dari   ولم artinya: mengumpulkan. Karena dengan pesta tersebut dimaksudkan memberi doa restu agar kedua mempelai mau berkumpul dengan rukun. 
            Ada yang mengatakan, mengadakan walimah perkawinan itu hukumnya wajib. Dasarnya adalah sabda Nabi saw, kepada Abdurrahman bin ‘Auf:
اولم ولوبشاة (رواهالشىخان)
Artinya:“Adakanlah walimah sekalipun hanya ada seekor kambing.” (HR. Bukhari-Muslim)
Sedang walimah-walimah yang lain hukumnya mustahab dan tidak ditentkan seperti halnya walimah perkawinan. Bagi yang mampu, walimah itu paling sedikit dengan menyembelih seekor kambing. Karena Nabi saw.pun menyembelih seekor kambing ketika mengadakan walimah unuka perkawinan beliau dengan Zainab binti Jahsy- Radhiallahu ‘anha[12].


BAB III

            Pengertian nikah secara bahasa, nikah berasal dari bahasa arab, yaitu nakaha-yankihu-nikahan yang artinya menghimpun/ mengumpulkan. Pengertian nikah secara istilah adalah suatu ikatan lahir batin antara seorang laki-laki dan perempuan yang bukan muhrim sebagai suami istri dengan tujuan membina suatu rumah tangga yang bahagia berlandaskan tuntunan Allah SWT. Dimana dalam pernikahan itu harus dipenuhi syarat dan ketentuanny agar dapat diaanggap sah pernikahan tersebut baik negara maupun agama. Lalu dalam suatu pernikahan calon suami istri juga harus mengetahui hak dan kewajibannya. Hak adalah kekuasaan seseorang untuk melakukan sesuatu, sedangkan Kewajiban adalah sesuatu yang harus dikerjakan. Selanjutnya adalah tata cara pernikahan yang diawali dari khitbah selanjutnya akad dan yang terakhir adalah walimah.
Berdasarkan makalah yang kami susun, kami dapat menyarankan kepada para pembaca agar dapat mengetahui mengenai konsep islam tentang manusia mulai dari hakikat kedudukan kita sebagai manusia, fitrah manusia, manusia sebagai khalifah di muka bumi ini dll. Dengan mengetahui semua itu menjadikan kita lebih bersyukur lagi tentang apa yang telah di berikan oleh Allah SWT





Ghazaly, Abd. Rahman. FIQH MUNAKAHAT. 2003. Jakarta : Prenada Media
http://www.materikelas.com/nikah-pengertian-hukum-rukun-dan-syarat-nikah/          (diakses pada tanggal 17 april 2018 jam 20.34 WIB)
https://miftassyumaisah.wordpress.com/hak-dan-kewajiban-suami-istri/ ( diakses    pada tanggal 11 Mei 2017 jam 19 :30)
Mutiara Pernikahan
Rasyid, Sulaiman . Fiqh Islam. 2010. Bandung : Sinar Baru Algesindo
Yunus, Mahmud. Al Fiqhul Wadhih juz. 1936.  Jakarta: Maktabah Sa’adiyah
Putra.




[2] Sulaiman Rasyid, “Fiqh Islam” (Sinar Baru Algesindo, Bandung, 2010) hal. 381
[3] Mahmud Yunus, “Al Fiqhul Wadhih juz 3” (Maktabah Sa’adiyah Putra, Jakarta, 1936)  hal. 11
[4] Sulaiman Rasyid, “Fiqh Islam” (Sinar Baru Algesindo, Bandung, 2010) hal. 383
[5] Abd Rahman Ghazaly, FIQH MUNAKAHAT, Prenada Media, hal 112
[6] Mahmud Yunus, “Al Fiqhul Wadhih juz 3” (Maktabah Sa’adiyah Putra, Jakarta, 1936)  hal. 14
[8] Mutiara Pernikahan. Hal 16
[10]Mutiara Pernikahan,  hal 21
[11] Abd Rahman Ghazaly, FIQH MUNAKAHAT, Prenada Media, hal 135-140
[12] Ibid hal 142

Tidak ada komentar:

Posting Komentar